1. Sensus yaitu mengumpulkan data dengan cara mencatat semua elemen yang diselidiki, jadi menyelidiki semua obyek, gejala, kejadian atau peristiwa.
Misalnya seluruh motor yang dihasilkan Pt X, atau seluruh motor yang ada di dealer. Sehingga hasil sensus menggambarkan nilai karakteristik sesungguhnya. Kumpulan seluruh elemen itu dinamakan populasi.
2. Sampling : teknik mengumpulkan data dengan cara mengamati sebagian dari obyek, gejala atau peristiwa.
Sebagian individu yang diamati tersebut disebut sampel. Sehingga hasil pengamatan yang diperoleh berupa nilai karakteristik perkiraan, yaitu perkiraan tentang keadaan populasi.
Cara sensus meskipun memberikan data yang sebenarnya, dan hasil keputusan yang tepat tetapi memakan biaya, waktu, tenaga. Cara sampling akan menghemat waktu, tenaga , biaya namun perlu diperhatikan teknik pengambilan samplingnya sehingga bisa menggambarkan keadaan sesungguhnya dari populasi (tidak bias).
Teknik Pengambilan
Sampling :
Terbagi atas :
→ A.1. Simple Random Sampling :
Yaitu teknik pengambilan sampel yang dilakukan secara
acak sehingga setiap kasus atau elemen dalam populasi memiliki kesempatan yang
sama besar untuk dipilih sebagai sampel penelitian.
→ A.2. Sistematik Sampling
Yaitu metode paling dekat dengan definisi probability sampling. Pengambilan sampel dari populiasi secara acak berdasarkan frekuensi probabilitas semua anggota populasi.
; Untuk memilih 7 sampel dari populasi yang berisi 100, yaitu dengan
menetapkan interval misalnya k = 15 lalu pilih secara random nilai pertama mis 10,
maka nilai kedua adalah 10 + 15 = 25 dst sesuai interval sehingga sample yang
didapat 10,15,40,55,70,80,95
Pada populasi dengan elemen yang terorganisir membentuk pola atau siklus,
sistematik sampling justru menimbulkan bias.
Prosedur sistematik sampling adalah sebagai berikut :
1. Menyusun sampling frame yaitu daftar elemen yang akan diamati.
2. Menetapkan sampling interval (k) dengan menggunakan rumus N/n; dimana N
adalah jumlah elemen dalam populasi dan n adalah jumlah sampel yang
diperlukan.
3. Memilih sampel pertama (s1)secara random dari sampling frame.
4. Memilih sampel kedua (S2), yaitu S1 + k. selanjutnya, peneliti memilih
sampel sampai diperoleh jumlah sampel yang dibutuhkan dengan menambah nilai
interval (k) pada setiap sampel sebelumnya.
Sistematik Sampling &
Control Chart :
Methode ini paling efektif digunakan untuk troubleshooting dan biasanya
digunakan untuk membentuk subgroups dari sebuah control chart.
Sering disebut juga sebagai Consecutive Sampling
→ A.3. Stratifikasi Sampling :
Yaitu dengan melakukan stratifikasi populasi kedalam sub populasi atau strata
yang mempunyai pembobotan (%) yang sama.
Misal survey untuk 100 orang pembaca tabloid “x”, maka apabila diketahui 100 orang pembaca tersebut terdiri atas 60 orang pria & 40 wanita maka apabila sample diambil untuk 10 orang maka sample terdiri atas 6 pria & 4 wanita.
→ A.4. Cluster Sampling (Sampel Random Berkelompok)
Yaitu dengan membagi populasi
sebagai cluster-cluster kecil, lalu pengamatan dilakukan pada sampel cluster
yang dipilih secara random.
Methode ini biasanya digunakan pada survey yang menggunaan peta area (geografi), misalnya survey perumahan di perkotaan. Area kota dibagi kedalam blok-blok, kemudian secara random dipilih blok-blok sebagai sampel pengamatan.Quick Count biasanya menggunakan perpaduan Cluster & Stratifikasi Sampling dalam methodenya. Cluster sampling ini digunakan ketika elemen dari populasi secara geografis tersebar luas.
Keuntungan penggunaan teknik ini adalah menjadikan proses sampling lebih murah
dan cepat daripada jika digunakan teknik simple random sampling. Akan tetapi,
hasil dari cluster sampling ini pada umumnya kurang akurat dibandingkan simple
random sampling
B. Non Probability Sampling : Perbedaan antara nonprobability dan probability sampling adalah bahwa
nonprobability sampling memilih unit sampel secara tidak acak.
Hal ini berarti nonprobability sampling tidak bergantung pada teori
probabilitas. Dengan nonprobability sampling, kemungkinan besar tidak bisa mewakili sifat
populasi secara baik. Secara umum peneliti pada umumnya memakai methode probability dibanding non
probability.
Namun demikian dalam riset sosial terdapat beberapa kondisi-kondisi yang tidak
memungkinkan secara praktek atau secara teoritis untuk melakukan random
sampling.
Oleh karena itu kemudian perlu digunakan alternatif metoda nonprobability
seperti survey, jajak pendapat maupun opini.
Terbagi atas:
→ B.1. Accidental Sampling (Sampling Kebetulan)
Apabila pengamatan sampel yang dilakukan tanpa
sengaja, tanpa perencanaan terlebih dulu. Jumlah sample yang diambil seadanya
saja, sehingga kesimpulan yang diambil bersifat kasar dan sementara.
Misalnya penelitian pemakaian merk kendaraan di Yogyakarta berdasarkan sampel
mobil yang diparkir di Malioboro, didapatkan kesimpulan 70 % memakai Toyota.
→ B.2. Purposive or Judgemental Sampling (Sampling Purposive)
Yaitu pengambilan sampel yang dilakukan dengan sengaja
untuk mencapai maksud tertentu. Informasi yang mendahului keadaan populasi
sudah diketahui benar dan tidak perlu diragukan lagi (misal dari sensus
ekonomi) dan pengamatan dilakukan hanya pada daerah tertentu “key area” misal
daerah industri dengan tujuan mengetahui “key area” tersebut saja.
Purposive Sampling sering juga disebut Judgement Sampling, karena diasarkan
pada pertimbangan pakar. Misalnya untuk masalah peningkatan ekonomi dengan
mengambil pendapat pakar ekonomi dsb
→ B.3. Convenience Sampling
Apabila pengambilan sample berdasarkan kesukaan /
suka-suka / seenaknya menurut si peneliti. Misalnya dengan mengambil pengunjung
yang baru keluar dari seminar, orang terdekat dsb
→ B.4. Snowball (bola salju) Sampling
Apabila pengamatan sample didapat dari
sejumlah responden yang kemudian mereka mengajak temannya untuk dijadikan
sample dst sehingga jumlah sample semakin membesar seperti bola salju yang
menggelinding. Misalnya sample pengamatan mengenai penolakan terhadap pasangan
capres/cawapres tertentu “Say No To …” lewat media facebook.
→ B.5. Kuota Sampling (Sampling Kuota)
Terjadi pada sampling stratifikasi bedanya disini sample
pengamatan menetapkan kuota tertentu sejumlah yang diinginkan.Jika kuota telah
telah ditentukan mulailah dilakukan penyelidikan, tentang siapa yang akan
dijadikan responden, terserah tim pengumpul data.
Misalnya ; Untuk keperluan responden penghuni suatu apartemen ditetapkan kuota
sebagai berikut :
15 orang warga negara asing
10 orang wni keturunan asing
30 orng wni asli
Apabila sudah memenuhi kuota, tak peduli apakah subyek yang diambil mewakili
populasi atau tidak, bukan menjadi persoalan.
Sampling Penerimaan :
Sampling Penerimaan (Acceptance Sampling) adalah sampling yang digunakan untuk
menentukan apakah suatu lot bisa diterima atau tidak, berdasarkan AQL
(Acceptance Quality Level / Tingkat Penerimaan Kualitas).
Awalnya secara resmi dipakai di US Army melalui prosedur MIL-STD-105 D namun
sudah pula dipakai secara luas didunia, dan bisa dipakai untuk data variabel
maupun atribut.
Tiga pendekatan dalam memutuskan lot :
1.Menerima lot tanpa pemeriksaan ; digunakan apabila proses produksi supplier
sangat baik, produk cacat hampir tidak ditemukan.
2.Pemeriksaan 100 % ; digunakan apabila proses produksi supplier tidak cukup
memenuhi spesifikasi atau merupakan “kritikal part” dan apabila meloloskannya
akan mengakibatkan biaya yang sangat besar.
3.Sampling penerimaan digunakan apabila :
a. Pengujian bersifat merusak.
b. Biaya dan waktu pemeriksaan 100 % sangat tinggi.
c. Adanya keperluan untuk pemantauan kualitas supplier.
Keunggulan Sampling Penerimaan :
a. Lebih murah dan cepat.
b. Resiko kerusakan part berkurang.
c. Manpower lebih sedikit.
d. Mengurangi kesalahan pemeriksaan.
e. Memberikan motivasi ke supplier untuk perbaikan proses secara menyeluruh.
Kerugian Sampling Penerimaan :
a. Beresiko menerima lot yang jelek dan menolak lot yang baik.
b. Informasi dari part / proses yang didapat lebih sedikit.
c. Memerlukan perencanaan dan dokumentasi tentang prosedur sampling penerimaan
yang akan dijalankan.
Inspection Level / Tingkat Pengawasan ;
digunakan untuk menentukan berapa banyaknya contoh yang harus diambil dalam
satu lot. Biasanya ditentukan oleh besar kecilnya biaya pengawasaan, kerusakan
part karena pegujian, maupun lamanya waktu untuk pengawasan.
Terbagi atas 2 yaitu : spesial, umum.
1.Tingkat pengawasan spesial terbagi atas empat tingkat yaitu S-1, S-2, S-3,
S-4 digunakan apabila biaya pengawasan cukup mahal karena adanya kerusakan part
karena pengujian.
2.Tingkat pengawasan umum terbagi atas tiga tingkat yaitu I, II, III, dimana :
I : Untuk biaya pengawasan relatif tinggi.
II : Untuk kasus yang normal atau supplier baru.
III : Untuk biaya pengawasan murah & mudah.
Sifat Pengawasan :
Sifat Pengawasan ada tiga macam yaitu longgar, normal, ketat.
1.Sifat pengawasan longgar dipakai untuk supplier yang mempunyai sejarah
kualitas yang baik yang tidak pernah atau sangat jarang melakukan kesalahan dan
menjaga kualitas part yang dikirimkan.
2.Sifat pengawasan normal dipakai untuk awal kegiatan pemeriksaan, untuk
supplier baru ataupun supplier yang mempunyai riwayat kualitas sedang.
3.Sifat pengawasan ketat dipakai untuk supplier yang mempunyai riwayat kualitas
yang jelek.
Pemindahan sifat pengawasan bisa terjadi dari longgar ke normal dan sebaliknya,
normal ke ketat dan sebaliknya mengikuti persyaratan yang telah ditentukan,
terdiri atas 5 macam, yaitu :
1.Pengawasan normal menjadi longgar apabila :
a. Tidak terjadi penolakan selama 10 kali berturut-turut.
b. Keadaan penerimaan yang mantap (tidak ada masalah material, mesin dsb dari
suppplier pada akhir-akhir ini).
c. Telah mendapat persetujuan pic dari bagian yang bertanggungjawab.
d. Total penolakan (10 lot terakhir) maksimal sesuai bilangan batas untuk
pengurangan pemeriksaan. (Tabel)
2.Pengawasan longgar menjadi pengawasan normal apabila :
a. Terjadi 1 lot ditolak.
b. Produksi suplier tidak teratur, sering terjadi keterlambatan.
c. Hal khusus tertentu yang menuntut diadakannya pemeriksaan normal yang lebih
dapat dipertanggungjawabkan.
d. Apabila cacat terletak antara angka ac (accepted) & re (rejected), maka
lot diterima tetapi sifat pengawasan berubah dari longgar menjadi normal.
3.Pengawasan normal ke ketat apabila :
Apabila dalam pengawasan normal terjadi 2 sampai 5 kali berturut-turut
mengalami penolakan karena kesalahan yang fatal.
4.Pengawasan ketat ke normal apabila :
Setelah 5 kali berturut-urut lot diterima tanpa penolakan.
5.Penghapusan / Penghentian Pengawasan :
Apabila pengawasan ketat sudah dilaksanakan selama 10 lot berurutan, sehingga
part dari supplier tidak dapat diterima lagi dan supplier dianjurkan
memperbaiki tingkat kualitas produksinya.
Perencanaan Sampling :
Jenis Perencanaan Sampling ada 3 yaitu :
1. Sampling Single / Tunggal :
Apabila banyaknya reject maksimal sesuai dengan angka penerimaan (Ac /Accepted)
maka lot diterima, tetapi apabila banyaknya reject minimal sesuai dengan angka
penolakan (Re/ Rejected) maka lot ditolak.
2. Sampling Double / Ganda :
2. Sampling Double / Ganda :
Apabila banyaknya reject yang terjadi pada pengambilan tahap pertama diatas
angka penerimaan (Ac) tetapi dibawah angka penolakan (Re), maka sample kedua
diperlukan sebelum lot dapat diputuskan.
Keputusan untuk sample kedua adalah sebagai berikut :
Apabila reject akumulatif sample pertama dan kedua maksimal sesuai dengan angka
peneriman (Ac), maka lot diterima, tetapi apabila minimal sesuai dengan angka
penolakan (Re) maka lot ditolak.
3. Sampling Multiple / bertingkat :
Merupakan perluasan dari sampling ganda, yaitu sampai pengambilan sample
ketujuh baru bisa diputuskan untuk penerimaan atau penolakan lot. Hal ini tentunya memerlukan waktu, tenaga dan biaya pemeriksaan yang lebih
disebabkan karena prosedur yang lebih rumit dibandingkan dengan sampling double
apalagi dibandingkan dengan sampling tunggal.
Perencanaan Sampling
Hal yang ingin dicapai dengan sampling multiple ini adalah pertimbangan
psikologis semata untuk memastikan bahwa lot tersebut memang layak diterima
atau memang harus ditolak.
Langkah-Langkah Sampling Penerimaan
Langkah - Langkah Penggunaan Sampling Penerimaan dengan MIL STD 105D :
1. Menentukan tingkat AQL berdasarkan kesepakatan dengan supplier.
2. Pilih tingkat pengawasan yang akan dilakukan (Spesial S-1, S-2, S-3, S-4
atau Umum I,II,III)
3. Menentukan ukuran lot yang akan diperiksa.
4. Menentkan jenis perencanaan sampling (tunggal, ganda, bertingkat).
5. Menentukan sifat pengawasan awal (longgar, normal, ketat).
6. Masukkan ke tabel, untuk menentukan angka penerimaan atau penolakan lot.
Sumber :
1.Eugene L. Grant, Richard S. Leavenworth,”Pengendalian Mutu statistis Jilid
2”, Penerbit Erlangga 1991
2.,” Rencana Sampling Dengan Cara MIL-STD-105D”, Institut Pendidikan dan
Pembinaan Manajemen PPM
3.http://www.randomizer.org/form.htm
4.Drs. Marzuki,” Metodologi Riset”,BPFE-UII Yogyakarta
http://stattrek.com/Tables/Random.aspx
Tidak ada komentar:
Posting Komentar